Laman

Sabtu, 20 Oktober 2012

Marketing Entrepreneur - Jawapos 15 Oktober 2012

Kemarin di Surabaya saya diminta Menaker, Muhaimin Iskandar dan Gus Ipul (Wakil Gubernur Jawa Timur) untuk bicara tentang kewirausahaan di Atrium Plasa, Surabaya. Di tengah-tengah pameran produk wirausaha Jawa Timur, saya kembali menyampaikan pentingnya bagi kita para mentor agar jangan memaksakan wirausaha produk.

            Suka atau tidak suka, kewirausahaan yang sedang kita bangun adalah kewirausahaan tanah subur. Saking suburnya, produk apapun bisa kita dapatkan disini. Dan saking kreatifnya bangsa ini bisa membuat karya-karya seni dari apa saja: manik-manik, batu akik, permata, emas, perak, kulit, buku, kayu, kain, besi… pokoknya Anda sebut sajalah, pasti ada.

            Di negeri ini pula sampah bisa dijadikan lahan usaha. Bisnis preman juga bisa. Mulai dari yang halal sampai yang tidak. Dari tanpa resiko sampai yang beresiko tinggi. Kita semuanya memulai dari produk, yaitu “Apa yang bisa kita buat” atau “Apa yang akan menjadi produk usaha saya.” Wirausaha produk mengurus banyak hal, banyak mata rantainya.

            Dari bahan baku, lalu didisain, dicarikan kemasannya, dicetak, di-order, dibuat/ diolah, dikumpulkan dan seterusnya. Prosesnya panjang, berliku-liku dan mungkin melibatkan banyak pihak sebelum sampai ke tangan pembeli.

Masalah Pokok

            Anda tentu tahu apa masalah yang dihadapi wirausaha-wirausaha produk ini? Benar! Mereka kemudian akan mengeluh, “Pemasarannya bagaimana?” Kok pembeli yang ditunggu-tunggu tidak datang-datang. Atau, “Kok ternyata sulit menembus pasar?”

            Jika diteruskan, maka daftar keluhannya akan semakin panjang. Mulai dari rugi, tertipu, merasa diperlakukan tidak adil sampai seretnya penjualan. Itulah kewirausahaan produk. Wirausahanya fokus di mata rantai sisi sebelah kiri, fokus pada produk. Energinya habis di seputar produk. Begitu akan memasuki pasar, energi yang dibutuhkan akan sama besarnya, namun sudah terkuras di produk.

            Dunia yang sedang berubah memang tak sesederhana saat wirausaha muda kita masih kanak-kanak. Dunia masa lalu yang diwarnai oleh sistem usaha terpadu dari bahan baku, proses produksi hingga pemasaran sekarang sudah berakhir, dan masing-masing memiliki jagonya sendiri-sendiri. Di sektor riset ada pelakunya, product development ada lagi, juga proses produksi dan pemasaran. Masing-masing sudah  melepaskan diri dari satu mata rantai yang panjang.

            Jadi Anda harus memilih: Ingin jadi wirausaha apa? Wirausaha produk atau wirausaha pemasaran. Wirausaha berbasiskan riset atau penelitian. Demikian seterusnya. Dan karena Indonesia kaya raya, maka terbelenggulah kita pada produk. Mulai dari  kerajinan sampai kuliner. Dan semuanya ingin dikerjakan sendiri, meski pemasarannya sedikit.

Marketing Entrepreneur
            Singapore adalah contoh negara yang tidak bisa mengembangkan wirausaha produk karena alamnya tidak mendukung. Mereka masuk ke kewirausahaan pemasaran, trading, keuangan, dan jasa-jasa lainnya. Produknya bisa darimana saja, ya dari Indonesia atau dari China. Dari Myanmar atau India. Semua ditampung, diperdagangkan.

            Titik awal berpikirnya bukanlah produk, melainkan pasar. Pasar maunya apa, lalu dibangunlah jaringan pemasaran dengan segala perlengkapannya. Mulai dari keuangan dan perbankan, branding dan packaging, sampai logistic. Setelah ini jadi, yang lain tinggal ikut

            Seperti jaringan retail Carrefour atau Giant, mereka sebenarnya tak perlu modal besar. Produk-produk yang mengisi setiap rak jaringan retail itu mereka adalah titipan dari entrepreneur produk yang dibayar kredit di atas 30 hari. Pemilik- pemilik produk itupun dikenakan berbagai biaya untuk sewa tempat, rak, promosi dan seterusnya.

Seorang tukang kue bercerita bagaimana ia berevolusi dari product entrepreneur menjadi marketing entrepreneur. Semula mereka membuat kue di rumah lalu dititipkan ke toko-toko. Lama-lama mereka punya pesanan rutin dan tidak bisa dikerjakan sendiri, lalu pesan pada orang lain. Ternyata pesan bisa lebih murah. Mereka mulai menyebarkan pesanan dan berhenti berproduksi. Lambat laun mereka bisa membeli toko di beberapa pasar. Tokonya menjadi tempat titipan dari berbagai pihak. Sekarang mereka punya dua toko di hampir setiap pasar tradisional di Jabodetabek, menguasai pemasaran.

Dan tahukah Anda, menjadi wirausahawan produk ternyata lebih besar resikonya daripada menjadi wirausahawan pemasaran. Dan saya kira inilah masalah terbesar kewirausahaan Indonesia. Ayo  kawan muda, beralihlah menjadi marketing entrepreneur!

Rhenald Kasali
Founder RUmah Perubahan

2 komentar:

  1. Selamat pagi bang Rhenald

    saya mahsiswa hukum Univ. Pancasila ingin menanyakan kepada abang Rhenald apakah ada aturan hukum atau lainnya tentang DELUSI SAHAM?
    dan apakah DELUSI SAHAM di perbolehkan??


    Terima Kasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Merujuk pada pengertian di atas, dilusi ini terjadi sehubungan dengan adanya pengeluaran saham baru sebagai akibat penambahan modal baru. Pada Perseroan Terbatas (“PT”) Tertutup, untuk mencegah terjadinya dilusi, pemegang saham yang telah ada diberikan hak untuk membeli saham baru yang dikeluarkan oleh PT sebelum saham tersebut ditawarkan ke pihak ketiga. Hal ini diatur dalam Pasal 43 Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (“UUPT”).

      Dalam Pasal 43 ayat (1) UUPT diatur bahwa seluruh saham yang dikeluarkan untuk penambahan modal harus terlebih dahulu ditawarkan kepada setiap pemegang saham seimbang dengan pemilikan saham untuk klasifikasi saham yang sama.

      Sedangkan jika dalam hal PT tersebut adalah PT Terbuka, maka hak untuk dapat membeli saham terlebih dahulu dinamakan hak memesan efek terlebih dahulu (“HMETD”) yang diatur dalam Peraturan Bapepam Nomor IX.D.1: Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (“Peraturan Bapepam IX.D.1”).

      Dalam Peraturan Bapepam IX.D.1 ini dikatakan bahwa dalam hal perusahaan bermaksud untuk menambah modal sahamnya melalui HMETD atau melalui Penawaran Umum Waran atau Efek konversi wajib mengadakan Rapat Umum Pemegang Saham (“RUPS”) untuk mempertimbangkan dan menyetujui rencana penawaran tersebut. Perusahaan tersebut wajib mengumumkan informasi penting terkait penawaran HMETD dan menyediakan Prospektus bagi pemegang saham, selambat-lambatnya 28 (dua puluh delapan) hari sebelum RUPS dilaksanakan.

      Informasi penting penawaran Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu yang wajib diumumkan sebelum Rapat Umum Pemegang Saham salah satunya adalah dampak dilusi dari penerbitan Efek baru (Angka 14 huruf p Peraturan Bapepam IX.D.1).

      Mengenai HMETD ini, dalam artikel Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (Rights Issue) yang dibuat oleh KarimSyah Law Firm, sebagaimana kami sarikan, dikatakan bahwa pemegang saham yang menjual Rightnya (HMETD-nya), tentunya tidak akan memperoleh saham baru yang diterbitkan sebagai pelaksanaan (exercise) Rights. Oleh karena itu prosentase kepemilikannya atas seluruh saham-saham PT. Tbk tersebut akan berkurang. Berkurangnya prosentase kepemilikan atas saham ini yang dikatakan dilusi kepemilikan pemegang saham lama.

      Sebagai contoh terjadinya dilusi saham, misalnya dalam PT. A ada 2 orang pemegang saham, yaitu X dan Y. X memiliki 40 saham (40%) dan Y memiliki 60 saham (60%). Suatu saat, PT. A ingin meningkatkan modalnya dengan mengeluarkan saham baru. PT. A ingin mengeluarkan 100 saham baru. Jika X dan Y tidak menggunakan haknya untuk membeli terlebih dahulu saham baru yang dikeluarkan PT. A dan yang membeli adalah pihak ketiga, maka prosentase kepemilikan X dan Y menjadi berkurang, bukan lagi 40% dan 60%. Jika Z membeli seluruh saham baru tersebut, maka prosentase sahamnya berubah menjadi X = 20%, Y = 30%, dan Z = 50%.

      Demikian jawaban dari kami. Semoga bermanfaat.

      Dasar Hukum:
      1. Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas;
      2. Peraturan Bapepam Nomor IX.D.1: Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu

      Hapus