Saya sedang menyiapkan bahan-bahan untuk sebuah seminar international
di New York saat diminta berbicara di depan para petani herbal dalam
Bogor Organic Festival hari Minggu lalu. Di depan saya berjajar sekitar
seratus orang yang disebut Jhon Elkington dan Pamela Hartigan sebagai “unreasonable models.” Mereka duduk di bawah sebuah tenda besar di halaman kampus pasca sarjana IPB.
Mereka disebut unreasonable
karena berbagai alasan. Investasi besar-besaran tetapi kok bukan untuk
memupuk kekayaan? Investasinya kok seperti orang yang keasyikan
konsumsi. Tidak mikir ROI atau ROA. Pokoknya senang diri, sepuas hati.
Tetapi mereka ingin merubah sesuatu, memperbaiki atau entahlah kalau
menghancurkan sistem yang sudah ada.
Dalam bahasa di ranah inovasi, mereka disebut sebagai destructive innovator.
Lihat saja apa yang dilakukan Helianti yang membuat kampung herbal di
Yogya dan diam-diam menembus Eropa dengan beras warna-warni asli
Indonesia. Ia membangun jaringan perlahan-lahan. Ketika sulit mengklaim
status organik karena memerlukan banyak sertifikasi, ia justru
menggunakan kata natural. Di kantornya hanya ada 10 orang, tetapi di
belakangnya ada ribuan petani yang menanam dengan menghitung biaya
bersama-sama. Mereknya, Javara mulai dikenal seperti arang batok kelapa
Cococha yang ramah lingkungan yang dipasarkan Bambang Warih Kusumo.
Kala orang Eropa dilanda krisis, mereka memilih masak di rumah ketimbang
makan di luar.
Ratu herbal lainnya siapa lagi kalau bukan
Ning Hermanto yang selalu tampil dengan topi mahkota berwarna serba
ungu. Media massa menjuluki pelopor mahkota Dewa ini sebagai Ratu
Herbal. Ia mengajarkan para petani meracik daun-daunan mulai dari sirsak
sampai sukun. Tetapi ketika ia menemukan formula untuk membuat telur
asin bebas kolesterol, resepnya justru diobral ke sana kemari.
Hari
minggu itu, nenek Ambar yang menjadi pemasok telur asin ke berbagai
supermarket yang belajar dari Ning harmanto juga hadir. Mereka sedang
menapak agar bisa merevolusi. Dari UMKM menjadi pengusaha besar. Mimpi
mereka, 5 tahun lagi kantor Kementerian Koperasi dan UMKM berganti nama
menjadi Kementerian Usaha Menengah dan Besar. Bukan untuk gagah-gagahan,
melainkan agar pengusaha-pengusaha baru jangan berpikir yang
kecil-kecil terus.
Social Enterprise
Orang-orang yang unreasonable itu kini ada dimana-mana. Di Semarang ada, juga di Bali, Aceh, Papua, dan sebagainya. “They seek profit in unprofitable pursuits,” ujar Erlington dan Hartigan. Tetapi cara kerjanya 100% berbeda dengan cara yang ditempuh wirausaha konvensional.
Kalau
orang lain selalu melirik usaha-usaha yang sudah jelas dan jelas-jelas
untung, mereka justru menciptakan keuntungan dari hal-hal yang dianggap
tidak menguntungkan. Seorang anggota asosiasi yang saya pimpin (AKSI)
menyebut usahanya di atas sebuah kali di Semarang sebagai MLM alias
Multi Level Manusia.
Caranya agak mirip dengan yang ditempuh oleh Orlando Rincon Banilla, pemuda yang dibesarkan di sebuah perkampungan “drug dealer”
di Columbia. Di perkampungan kumuh itu ia memimpin gerakan kaum kiri
yang berupaya mengembalikan sistem sosial dan keadilan. Karena leadershipnya menonjol, ia pun ditawari beasiswa untuk kuliah di Universitas Medellin. Di sana ia mengambil double major: Antropologi dan sistem engineering. Disitulah ia mulai tertarik menjadi wirausaha dan membangun perusahaan yang diberi nama Open System.
Tak pernah ia bayangkan perusahaan pembuat software
ini maju pesat. Tv, internet, ponsel, PLN, dan perusahaan-perusahaan
besar lain menjadi pelanggannya. Pada tahun 2004, kekayaan bersihnya
mencapai $14 juta. Tetapi ia tidak puas. Ia berkelana ke India, melihat
apa yang terjadi di Bangalore, lalu menelusuri surga IT di Irlandia.
Tuhan membukakan matanya bahwa sistem business yang ia lihat sehari-hari adalah sistem ketidak adilan yang membuat orang muda terperangkap menjadi buruh atau pegawai.
Open systempun ia tinggalkan.
Mereka ini memang Unreasonable.
Yang membuatnya untung saja tidak membuatnya tertarik. Orang seperti
Orlando justru membangun Parquesoft. Ini agak mirip dengan Putra
Sampoerna yang meninggalkan bisnis rokok yang menguntungkan dan
yayasannya masuk ke sektor pendidikan yang unprofitable dan aktif mengembangkan angel investor. Parquesoft, yang didirikan Orlando adalah non profit innovation park yang mengumpulkan ribuan anak-anak kampung putus sekolah, menjadikan mereka pengusaha IT seperti dirinya.
Anda
ingin tahun bagaimana hasilnya? Lima tahun yang lalu saja, software
buatan anak-anak kampung itu telah menembus 40 negara dan menjadikan
mereka sebagai wirausaha yang terus naik kelas. Bisnis Orlando adalah
bisnis Multi Level Manusia, dan orang-orang seperti mereka disebut
adalah Social enterpreneurs yang kini menjadi tren dan mereka mendirikan social enterprise.
Bagi saya social enterprise adalah ya enterprise. Namun berbeda dengan business enterprise tradisional. Social enterprise mempunyai social mission
yang jelas. Profitnya juga tidak dipakai untuk memperbesar tabungan
pendirinya di bank, melainkan diputar untuk kesejahteraan dan
memberantas ketimpangan sosial. Seperti air sungai yang keruh sekalipun,
sepanjang mengalir ia tak pernah menjadi busuk layaknya air kubangan.
Demikianlah filosofi social entrepreneurs. Biarkan tak besar, asalkan
mengalir dan berputar.
Dan berbeda dengan pejuang-pejuang
sosial yang berjuang melalui demo dan advokasi-advokasi politik
beraliran dialektis-konfliktis, mereka menggunakan market –trading product
yang diwirausahakan seperti layaknya pengusaha sejati. Tengok saja
bagaimana almarhum Paul Newman yang aktif membiayai anak-anak penderita
kanker. Di hari tuanya itu Paul Newman berwirausaha di sektor makanan
dalam kemasan berskala besar.
Jadi, social enterprise ya samalah dengan bisnis yang Anda kenal. Ia adalah enterprise dengan social mission. Inilah topik yang akan saya bahas tanggal 19 Juni siang nanti di menara UOB. Orang-orang yang unreasonable ini
adalah gabungan dari inovasinya Bill Gates dengan mangkuk sucinya Bunda
Teresa. Bagi saya, inilah jalan menuju perubahan sosial yang sudah lama
dirindukan para negarawan besar
Rhenald Kasali
Founder Rumah Perubahan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar