Pusaran perubahan kembali menghantam Indonesia. Setelah pasaran
automotif berjaya pada 2011, kini harga bahan bakar minyak (BBM) dunia
bergerak naik.
Ketika negara-negara tetangga menjadikan
kebijakan kenaikan harga BBM-nya secara lebih independen dan fleksibel
dalam pengambilan keputusan, di Indonesia justru sebaliknya. Demikian
pula ketika perekonomian Indonesia menapak naik, persaingan justru
semakin meningkat, dari luar dan dari dalam. Ketika demokrasi berkembang
tanpa arah, teknologi membuka semua dinding rahasia.
Menjadi
sangat terbuka dan cepat berubah. Pusaran perubahan tengah dialami
oleh hampir semua sektor usaha, besar maupun kecil. Perasaan gundah
bukan hanya ada di pikiran CEO atau para pemilik perusahaan, melainkan
juga para manajer dan pegawai di bawah. Dirasakan oleh para guru dan
dosen, hakim dan jaksa, serta para pemimpin pusat maupun daerah.
Statistik
ekonomi yang membaik justru bisa menimbulkan pusaran baru. Kepada
setiap orang yang berada di dalam pusaran perubahan, setidaknya tiga hal
ini perlu diketahui. Pertama, persoalan perubahan yang penting
bukanlah soal “memasuki dunia baru”, melainkan bagaimana “membuang”
kebiasaan-kebiasaan lama.
Kedua, perubahan menuntut hati
yang bersih. Seberapa hebatnya prestasi perubahan yang Anda berikan,
kalau tidak dilakukan sepenuh hati dan seputih kapas, Anda akan
tergulung arus balik perubahan. Lantas ketiga, dalam setiap perubahan
yang paling menentukan adalah self management.
Membuang Kebiasaan Lama
Anda
tentu masih ingat bagaimana orang tua memberi iming-iming agar Anda
siap memasuki dunia baru. Hadiah bila naik kelas, pesta sunatan, cincin
kawin, dan tentu saja permen manis agar tidak menangis sehabis menerima
suntikan imunisasi. Iming-iming seperti itu diteruskan para pelaku
ekonomi.
Termasuk agar Anda mau menerima kenaikan harga
BBM. Ada paket Bantuan Langsung Sementara Masyarakat dan samar-samar
terdengar ada paket jalan-jalan untuk rektor dan aktivis-aktivis
mahasiswa, konon pula ada “hadiah”bagi oknum anggota partai politik
yang tidak menentang kebijakan ini. Namanya juga konon,bisa betul bisa
juga wallahu a’lam. Tapi bagaimana membuang kebiasaan lama?
Ampun,
ini memang masalah besar yang bisa menjadi penghalang. Manusia sulit
sekali membuang kebiasaan-kebiasaan lamanya, apalagi pikiran-pikiran
lamanya. Perubahan setidaknya memiliki dua dimensi, yaitu dimensi
berubah (changing) dan dimensi tidak berubah (not changing).
Pengalaman saya membantu lembaga-lembaga nasional melakukan perubahan
menunjukkan, sebagian besar kita lebih banyak menaruh perhatian pada
aspek dimensi yang pertama (changing
).
Changing memiliki the plus side (persepsi terhadap manfaat perubahan) dan the negative side (persepsi terhadap biaya, upaya, dan risiko-risiko bila Anda berubah). Padahal not changing
juga penting. Manusia juga menimbang-nimbang apa plus-minusnya bila ia
tidak berubah. Selama benefit terhadap adanya perubahan lebih besar
dari cost-nya, kita sering berpikir bahwa manusia sudah pasti siap untuk berubah.
Padahal dalam kenyataannya tidak demikian. Manusia ternyata juga menimbang-nimbang the plus side of not changing (manfaat kalau tidak berubah) dan the negative side of not changing (ruginya bila tidak berubah). Pusing ya? Begitulah perubahan. Selama the plus side of changing tidak diimbangi dengan the negative side of not changing, manusia Akan tetap berada “di dunia lama”. Hidup dalam aturan dan cara berpikir lama. Jadi cost-benefit analysis saja tidak cukup.
Untuk
meninggalkan dunia lama,manusia perlu diberi tahu konsekuensi-
konsekuensi negatif apa yang akan ia terima bila ia tidak berubah. Jadi
melihat keindahan di depan tembok saja belum tentu membuat seorang anak
melompat ke atas tembok setinggi dua setengah meter. Ia baru melompat
kalau pantatnya akan digigit anjing besar bertaring tajam yang mengejar
di belakangnya. Diberi tahu saja tidak cukup. Manusia perlu dibukakan
matanya, yaitu melihat apa yang tidak atau belum terlihat.
Hati Bersih
Belakangan
saya juga bertemu dengan orang-orang yang mengaku berhasil melakukan
perubahan. Hasilnya mungkin saja mengagumkan.Tapi yang menarik perhatian
saya,orang-orang ini terbentur oleh kejadian- kejadian negatif.
Kejadian-kejadian negatif bisa berakibat karya perubahan menjadi
sia-sia.Tapi sepanjang Anda melakukannya dengan sepenuh hati,
sesungguhnya Anda tidak perlu bercemas hati.Kebenaran akan menemukan
pintunya sendiri.
Semua itu hanya mungkin dibersihkan oleh
hati yang bersih. Hanya pemimpin-pemimpin yang melakukan perubahan
dengan keikhlasan dan cinta pada perubahan yang akan selamat mengawal
perubahan. Mudah kita membedakan mana pemimpin yang cinta jabatan dan
mana yang cinta perubahan. Orang yang mengaku cinta perubahan bisa saja
sesungguhnya pencinta jabatan yang bertarung habis-habisan
mempertahankan kekuasaannya. Kalau Anda cinta perubahan, Anda akan siap
terhadap kemungkinan Anda hanya bisa memimpin satu kali. Ada melakukan people development dan Anda menjaga reputasi sekuat tenaga karena tanpa reputasi kekuasaan tak punya gigi.
Self Management
Di mana peran Anda dalam pusaran perubahan ini? Praktik- praktik yang ada umumnya mengacu pada literatur-literatur dan best practice yang seakanakan menempatkan semua orang sebagai change agents atau change leaders. Padahal sebagian besar orang bukan pemimpin dan tak terpilih menjadi change agent dalam perubahan.
Apa
yang harus Anda lakukan? Pengalaman saya menemukan orang-orang yang
berada di dalam pusaran perubahan bukan hanya terdiri atas mereka yang
menentang perubahan, melainkan karena mereka tidak terbiasa “melihat”
apa yang “tidak” atau “belum” terlihat. Berbagai latihan umumnya sangat
diperlukan untuk melatih karyawan agar mampu “melihat”, bahkan
“mendengar” yang “belum”atau “tak terdengar”.
Melalui
berbagai pelatihan, pegawai dilatih agar memiliki sikap proaktif yang
melekat pada diri setiap individu. Pelatihan-pelatihan seperti itu
menjadi penting di era performance management tidak lain
karena setiap orang telah berubah menjadi manusia robotic yang hanya
peduli dengan indikator-indikator kinerja utamanya atau yang biasa
dikenal dengan istilah KPI (key performance indicator).
Ketika
manusia terlalu fokus pada pekerjaannya atau apa yang ditugaskan
kepadanya (dalam birokrasi dikenal dengan istilah tupoksi), maka
biasanya mereka tidak mampu melihat hal-hal yang berada di luar titik
fokusnya. Maka latihlah diri Anda agar mampu “melihat” yang tak
terlihat dan “mendengar” apa yang tak terdengar. Hanya orang-orang yang
memiliki keberanianlah yang mampu melihat hal-hal yang tak terlihat.
Dan hanya merekalah yang mampu membawa diri dalam pusaran perubahan.
Mereka
bukan hanya bisa beralih memasuki dunia baru dengan selamat, melainkan
juga meninggalkan dunia lama dengan penuh kedamaian. Itulah yang
membedakan seorang winner (pemenang) dengan seorang looser (pecundang).
Pemenang melenggang riang, pecundang bicara kotor dengan umpatan yang
tak tersalurkan. Selamat menjalankan perubahan.
Rhenald Kasali
Founder Rumah Perubahan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar