Saat kolom ini sampai di tangan Anda, kemungkinan besar Anda tengah
berada dalam perjalanan wisata. Anak-anakdankeluargasenang bebas dari
beban sekolah dan berkumpul bersama keluarga, sementara orang tua pusing
dengan kemacetan di bandara, terminal bus, atau kereta api.
Bahkan
diruang tunggu bandara, Anda akan menghadapi berbagai persoalan
kepadatan manusia.Untuk masuk bandara saja sulitnya minta ampun. Mungkin
karena itu pulalah World Tourism Council hanya menempatkan Indonesia
pada posisi ke-74 dalam daftar daya saing pariwisata dunia, jauh di
bawah Malaysia nomor 35 dan Singapura nomor 10.
Kalau
untuk melayani turis lokal saja sudah kewalahan, bagaimana negeri ini
mau mendapatkan turis asing? Membidik 7,7 juta saja sulitnya minta
ampun, padahal Indonesia punya 19 pintu masuk dengan daratan dan lautan
yang luas.
Bandingkanlah dengan pulau sekecil Singapura
yang hanya membuka dua pintu masuk saja bisa mendatangkan 9,2 juta
orang turis (di luar pendatang dari Malaysia yang datang lewat darat
sekitar 2 juta orang). Malaysia yang hanya punya tiga pintu masuk mampu
mendatangkan 24,6 juta wisatawan mancanegara dan jauh dari kemacetan.
Infrastruktur dan Sampah
Tak
pelak masalah terbesar dunia pariwisata Indonesia ada pada lima hal,
yaitu infrastruktur, teknologi informasi, keamanan, sumber daya
manusia, dan sampah. Dari kelima masalah itu, yang terpenting memang
infrastruktur. Namun tanpa kepedulian pada keamanan dan sampah, percuma
saja promosi pariwisata Indonesia.
Saya khawatir sejumlah
orang tengah memanipulasi dunia pemasaran pariwisata ke dalam satu
elemen saja, yaitu promosi. Dan ini berarti backfired! Perhatikanlah,
kualitas dan pengembangan infrastruktur Indonesia pada posisi-posisi
berikut dari 139 negara yang bersaing memperebutkan turis mancanegara.
Air
transport infrastructure Indonesia berada pada posisi ke-58. Ground
transport lebih buruk lagi, yaitu di posisi ke-82.Sedangkan tourism
infrastructure kita berada di posisi ke-116. Ini berarti, komodo,
orangutan, buaya, lumba-lumba,dan badak bercula satu Indonesia masih
sulit diakses para wisatawan.
Kalaupun bisa, masa depan
mereka pun terancam karena turis dibiarkan membuang sampah sembarangan
dan berada pada posisi yang terlalu dekat dengan fauna langka yang
dilindungi tersebut. Selain jadwal pesawat ke daerah-daerah wisata
tersebut tidak reguler,jalan menuju titiktitik yang menarik wisatawan
belum mengalami perbaikan berarti.
Untuk menyaksikan pasar
apung di Banjarmasin, Anda harus menarik napas yang dalam melewati
dermagadermaga rapuh. Selain itu, infrastruktur informasi dan teknologi
komunikasi Indonesia belum memadai. Posisi ICT Indonesia berada di
titik rawan,nomor 96. Ini berarti, sekalipun Indonesia dikenal sebagai
bangsa yang unggul dalam industri kreatif, para pelaku usaha kreatif
kesulitan menembus pasar global.
Masalah ketiga adalah
masalah keamanan. Sekalipun Indonesia menerima banyak pujian dalam
keseriusannya mengatasi masalah terorisme, insiden kriminalitas dan
perampokan yang dialami para turis masih sangat tinggi. Dalam masalah
sumber daya manusia, Indonesia belum banyak memanfaatkan intangibles
yang dimiliki bangsa ini, yaitu keramahan,kejujuran,dankerja keras
dalam memberikan pelayanan secara tulus dan bersahaja.
Kekuatan
itu misalnya tampak jelas dan diakui di Asia, yaitu oleh penduduk Hong
Kong dan Taiwan yang berebut untuk mendapatkan tenaga kerja asal
Indonesia karena keterampilan dan pelayanannya. Mari kita lihat
statistik berikut ini. Bila 10 tahun lalu hanya ada 10.000 TKI di Hong
Kong (saat itu tenaga kerja asal Filipina sudah mendekati 150.000),maka
jumlah TKI saat ini sudah mencapai 150.000, sementara tenaga kerja
asal Filipina turun hingga 100.000 orang.
Di Taiwan,
jumlahnya mencapai 160.000 orang.Ini berarti Indonesia akan memiliki
orang-orang yang lebih berkualitas yang akan kembali ke berbagai
pelosok desa dalam 10 tahun ke depan karena exposure internasional yang
lebih baik, namun bukan karena upaya Kementerian Pendidikan.
Saat
SDM Indonesia diperebutkan sebagai pelayan rumah tangga dan caregiver
di negara-negara Asia Timur, pada segmen yang lebih membutuhkan kerja
sama, pengetahuan dan teknologi, diketahui sumber daya manusia asal
Indonesia terlihat kurang mendapat perhatian dari Kementerian
Pendidikan.
Belum tampak Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan menunjukkan prestasinya dengan anggaran yang sangat besar.
Dengan posisi daya saing pariwisata yang menempati nomor ke-74 dari 139
negara, Indonesia hanya menempati posisi nomor 95 pada indeks
pembangunan manusia.
Ini berarti Indonesia masih harus
bekerja keras mereformasi sistem kesehatan dan pendidikan, serta tentu
saja caracara pengajaran yang telah sangat ketinggalan jaman. Sedangkan
masalah kelima, saya kira jelas tampak di mana-mana secara kasatmata
yaitu sampah. Sampai saat ini, Indonesia belum membangun sistem
pengolahan sampah yang memadai.
Meski Undang- Undang
Pengolahan Sampah telah diketuk palunya oleh DPR sejak 2008,hampir
semua wali kota dan bupati masih terlalu asyik bermain mata dengan
pengusaha angkutan sampah yang asal main tumpuk dan membiarkan sampah
menjadi masalah besar. Masalah sampah merata dari Sabang sampai Merauke
mulai tepi laut, taman laut, pantai,hutan, kawasan wisata, air terjun,
hingga pasar dan pusat kota.
Alam Indonesia yang indah
itu kini diwarnai oleh sampah botol plastik, tas keresek,
diapersbekas,tisu,saset sampo, kulit durian, bangkai binatang yang
bercampur dengan aneka bahan beracun. Apakah menteri pariwisata pernah
berbicara tentang sampah? Saya kira Anda pun tahu,mereka amat jauh dari
kepedulian.
Mereka hanya peduli promosi dan pameran,
padahal tanpa produk yang bagus, promosi dan pameran wisata justru akan
memukul balik dunia pariwisata Indonesia. Semakin banyak orang
berkunjung, semakin banyak orang menyuarakan ketidaksenangan,bukan
pujian. Maka benahi dulu produknya, baru lakukan promosi. Bekukan dulu
dana-dana promosi sebelum produknya diperbaiki pada syarat minimal.
Akhirnya
saya ucapkan selamat berlibur,semoga istirahat panjang kali ini dapat
dinikmati dengan gembira bersama keluarga, dijauhkan dari bau sampah
dan kemacetan, dan tetap waspada dalam menghadapi keramaian. Selamat
Natal dan Tahun Baru!
Rhenald Kasali
Guru Besar Universitas Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar