Laman

Rabu, 28 Desember 2011

Refleksi Pariwisata - Sindo 29 Desember 2011

Saat kolom ini sampai di tangan Anda, kemungkinan besar Anda tengah berada dalam perjalanan wisata. Anak-anakdankeluargasenang bebas dari beban sekolah dan berkumpul bersama keluarga, sementara orang tua pusing dengan kemacetan di bandara, terminal bus, atau kereta api.

Bahkan diruang tunggu bandara, Anda akan menghadapi berbagai persoalan kepadatan manusia.Untuk masuk bandara saja sulitnya minta ampun. Mungkin karena itu pulalah World Tourism Council hanya menempatkan Indonesia pada posisi ke-74 dalam daftar daya saing pariwisata dunia, jauh di bawah Malaysia nomor 35 dan Singapura nomor 10.

Kalau untuk melayani turis lokal saja sudah kewalahan, bagaimana negeri ini mau mendapatkan turis asing? Membidik 7,7 juta saja sulitnya minta ampun, padahal Indonesia punya 19 pintu masuk dengan daratan dan lautan yang luas.

Bandingkanlah dengan pulau sekecil Singapura yang hanya membuka dua pintu masuk saja bisa mendatangkan 9,2 juta orang turis (di luar pendatang dari Malaysia yang datang lewat darat sekitar 2 juta orang). Malaysia yang hanya punya tiga pintu masuk mampu mendatangkan 24,6 juta wisatawan mancanegara dan jauh dari kemacetan.
Infrastruktur dan Sampah
Tak pelak masalah terbesar dunia pariwisata Indonesia ada pada lima hal, yaitu infrastruktur, teknologi informasi, keamanan, sumber daya manusia, dan sampah. Dari kelima masalah itu, yang terpenting memang infrastruktur. Namun tanpa kepedulian pada keamanan dan sampah, percuma saja promosi pariwisata Indonesia.

Saya khawatir sejumlah orang tengah memanipulasi dunia pemasaran pariwisata ke dalam satu elemen saja, yaitu promosi. Dan ini berarti backfired! Perhatikanlah, kualitas dan pengembangan infrastruktur Indonesia pada posisi-posisi berikut dari 139 negara yang bersaing memperebutkan turis mancanegara.

Air transport infrastructure Indonesia berada pada posisi ke-58. Ground transport lebih buruk lagi, yaitu di posisi ke-82.Sedangkan tourism infrastructure kita berada di posisi ke-116. Ini berarti, komodo, orangutan, buaya, lumba-lumba,dan badak bercula satu Indonesia masih sulit diakses para wisatawan.

Kalaupun bisa, masa depan mereka pun terancam karena turis dibiarkan membuang sampah sembarangan dan berada pada posisi yang terlalu dekat dengan fauna langka yang dilindungi tersebut. Selain jadwal pesawat ke daerah-daerah wisata tersebut tidak reguler,jalan menuju titiktitik yang menarik wisatawan belum mengalami perbaikan berarti.

Untuk menyaksikan pasar apung di Banjarmasin, Anda harus menarik napas yang dalam melewati dermagadermaga rapuh. Selain itu, infrastruktur informasi dan teknologi komunikasi Indonesia belum memadai. Posisi ICT Indonesia berada di titik rawan,nomor 96. Ini berarti, sekalipun Indonesia dikenal sebagai bangsa yang unggul dalam industri kreatif, para pelaku usaha kreatif kesulitan menembus pasar global.

Masalah ketiga adalah masalah keamanan. Sekalipun Indonesia menerima banyak pujian dalam keseriusannya mengatasi masalah terorisme, insiden kriminalitas dan perampokan yang dialami para turis masih sangat tinggi. Dalam masalah sumber daya manusia, Indonesia belum banyak memanfaatkan intangibles yang dimiliki bangsa ini, yaitu keramahan,kejujuran,dankerja keras dalam memberikan pelayanan secara tulus dan bersahaja.

Kekuatan itu misalnya tampak jelas dan diakui di Asia, yaitu oleh penduduk Hong Kong dan Taiwan yang berebut untuk mendapatkan tenaga kerja asal Indonesia karena keterampilan dan pelayanannya. Mari kita lihat statistik berikut ini. Bila 10 tahun lalu hanya ada 10.000 TKI di Hong Kong (saat itu tenaga kerja asal Filipina sudah mendekati 150.000),maka jumlah TKI saat ini sudah mencapai 150.000, sementara tenaga kerja asal Filipina turun hingga 100.000 orang.

Di Taiwan, jumlahnya mencapai 160.000 orang.Ini berarti Indonesia akan memiliki orang-orang yang lebih berkualitas yang akan kembali ke berbagai pelosok desa dalam 10 tahun ke depan karena exposure internasional yang lebih baik, namun bukan karena upaya Kementerian Pendidikan.

Saat SDM Indonesia diperebutkan sebagai pelayan rumah tangga dan caregiver di negara-negara Asia Timur, pada segmen yang lebih membutuhkan kerja sama, pengetahuan dan teknologi, diketahui sumber daya manusia asal Indonesia terlihat kurang mendapat perhatian dari Kementerian Pendidikan.

Belum tampak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menunjukkan prestasinya dengan anggaran yang sangat besar. Dengan posisi daya saing pariwisata yang menempati nomor ke-74 dari 139 negara, Indonesia hanya menempati posisi nomor 95 pada indeks pembangunan manusia.

Ini berarti Indonesia masih harus bekerja keras mereformasi sistem kesehatan dan pendidikan, serta tentu saja caracara pengajaran yang telah sangat ketinggalan jaman. Sedangkan masalah kelima, saya kira jelas tampak di mana-mana secara kasatmata yaitu sampah. Sampai saat ini, Indonesia belum membangun sistem pengolahan sampah yang memadai.

Meski Undang- Undang Pengolahan Sampah telah diketuk palunya oleh DPR sejak 2008,hampir semua wali kota dan bupati masih terlalu asyik bermain mata dengan pengusaha angkutan sampah yang asal main tumpuk dan membiarkan sampah menjadi masalah besar. Masalah sampah merata dari Sabang sampai Merauke mulai tepi laut, taman laut, pantai,hutan, kawasan wisata, air terjun, hingga pasar dan pusat kota.

Alam Indonesia yang indah itu kini diwarnai oleh sampah botol plastik, tas keresek, diapersbekas,tisu,saset sampo, kulit durian, bangkai binatang yang bercampur dengan aneka bahan beracun. Apakah menteri pariwisata pernah berbicara tentang sampah? Saya kira Anda pun tahu,mereka amat jauh dari kepedulian.

Mereka hanya peduli promosi dan pameran, padahal tanpa produk yang bagus, promosi dan pameran wisata justru akan memukul balik dunia pariwisata Indonesia. Semakin banyak orang berkunjung, semakin banyak orang menyuarakan ketidaksenangan,bukan pujian. Maka benahi dulu produknya, baru lakukan promosi. Bekukan dulu dana-dana promosi sebelum produknya diperbaiki pada syarat minimal.

Akhirnya saya ucapkan selamat berlibur,semoga istirahat panjang kali ini dapat dinikmati dengan gembira bersama keluarga, dijauhkan dari bau sampah dan kemacetan, dan tetap waspada dalam menghadapi keramaian. Selamat Natal dan Tahun Baru!

Rhenald Kasali
Guru Besar Universitas Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar