Saddam Hussein
sudah lama ditangkap dan dihukum gantung. Tetapi hantunya masih
“bergentayangan” di banyak sanubari pemimpin dan politisi Indonesia.
Efek Saddam Hussein ini kini terjadi di sini, persis seperti yang
terjadi di kalangan warga Amerika Serikat tak lama setelah terjadi 9/11
yang merobohkan menara kembar di Ney York City, 11 September 2001.
Perangkap itu dalam ilmu perilaku dikenal sebagai motivated reasoning . Bukannya mencari kebenaran, kata Zira Kunda (1990), manusia-manusia angkuh justru “telah” mempercayai; bahkan menggunakan argumentasi-argumentasi yang ngawur untuk membenarkan kesalahan-kesalahannya. Perhatikanlah ‘gong’ yang berbunyi di antara para politisi begitu mendengar Dahlan Iskan melaporkan nama-nama politisi pemeras BUMN yang berasal dari institusi parlemen.
Bahkan ketua DPR pun turut berperang membela kolega-koleganya yang seakan-akan bersih, jauh dari conflict of interest. Padahal sudah menjadi rahasia umum mayoritas politisi parlemen berbisnis, mencari peluang atau menghubungkan rekan-rekannya (mendahulukan jaringannya) dalam bisnis yang tersedia di sekitar komisi yang mereka bidangi. Di antara ketua-ketua Partai, kita hanya mendengar suara Prabowo Subianto yang berbicara tegas: “Yang memeras BUMN akan kita tindak.” Sedangkan yang lain semua berbicara sama: Dahlan hanya melakukan pencitraan.
Hantu Saddam
Perangkap hantu Saddam pernah dialami oleh masyarakat Amerika Serikat di era George Bush Jr. Perangkap itu dicatat oleh Gostick dan Elton (2012) dari refleksi penyerbuan tentara Amerika Serikat ke Irak untuk menangkap Sadam Hussein pada tahun 2003. Setahun setengah setelah invasi itu, mayoritas bangsa Amerika masih saja percaya bahwa Saddam lah aktor intelektual di belakang serangan gedung WTC. Padahal mereka sama sekali salah. Namun mereka “menolak untuk mengakui kesalahan” itu. Mereka menolak mengakui bahwa Amerika telah melakukan kesalahan melakukan invasi ke Irak untuk menangkap Saddam. Berbagai survey yang dilakukan lembaga independen di Amerika menyebutkan, sekitar 70 - 85% warga Amerika percaya bahwa Saddam Hussein terlibat langsung maupun tidak langsung terhadap penyerangan gedung kembar.
Mereka menolak menerima fakta-fakta yang sebaliknya. Bahkan setelah presiden George Bush yang memimpin serangan itu menyatakan ia telah melakukan kesalahan. Bush membantah Saddam terkait dalam serangan itu, tetapi warganya menolak kebenaran itu. Komisi independen yang dibentuk pemerintah, yaitu 9/11 Commission juga menyangkal adanya keterkaitan antara Saddam Hussein dengan serangan terhadap gedung kembar. Tetapi masyarakat tetap saja mempercayai hal sebaliknya.
Sama seperti para petinggi partai politik dan anggota DPR di sini. “Rather than search rationality for information that either confirms or disconfirms a particular belief, people actually seek out information that endorses what they already belief.”
Begitulah hantu Saddam bekerja. Saya kira sebagai ilmuwan adalah kewajiban saya untuk menyadarkan politisi-politisi yang sedang kerasukan hantu Saddam. Mungkin juga terhadap ketua DPR yang kemarin menyatakan “Justru direksi BUMN yang harus dievaluasi karena menawarkan upeti”.
Fokuslah Pada Tujuan
Orang-orang yang kerasukan hantu Saddam harus bisa diajak kembali berfokus pada objective. Tujuan penyerahan nama-nama anggota parlemen yang dianggap memeras tentu saja adalah untuk menciptakan tata nilai pemerintahan dan sistem politik yang bersih dan berwibawa.
Sepanjang suap-menyuap menjadi tradisi dalam perselingkuhan legislatif-eksekutif dan yudikatif, maka tak pernah didapat kewibawaan dalam kepemimpinan nasional, tak ada kewibawaan politik, tak ada kesejahteraan sosial dan keadilan. Lagi pula bukankah anggota-anggota DPR sendiri yang menantang Dahlan agar menyerahkan nama-nama itu. Sungguh naïf bila anggota dewan terus membantah. Dalam literature psychology of winning, ditemukan hanya pecundang (loser) lah yang berbicara dengan nada keras terhadap isi yang tak bermutu.
Demikian pulalah dengan masyarakat Amerika Serikat yang terus menerus percaya bahwa Saddam ada dibelakang tragedi 9/11. Bukannya kembali ke tujuan semula, yaitu menemukan sistem pertahanan yang damai, mereka justru mengambil langkah-langkah destruktif yang bermuara pada krisis ekonomi global. Dan itulah yang sekarang harus dibenahi presiden Obama.
Hal serupa juga perlu disadari oleh pimpinan-pimpinan partai politik, bahwa pembiaran terhadap praktek-praktek korupsi yang dilakukan anggota-anggotanya di parlemen merusak masa depan partai itu sendiri dan bangsa ini. Menurut World Economic Forum (2012) penyumbang terbesar menurunnya daya saing bisnis Indonesia (Doing Business Index) adalah birokrasi yang tidak efisien (15.4%) dan korupsi (14.2%).
Steve Hoffan dalam Sociological Inquiry (2009) menulis “kebodohan manusia terjadi bukan karena ketiadaan bukti-bukti (atau informasi yang benar), melainkan karena tendensi kita yang selalu mencari informasi-informasi yang hanya bisa membenarkan tindakan kita." Dan selama itu dibiarkan, jadilah Indonesia negeri kesurupan. Anak-anak sekolah kerasukan setan menjelang ebtanas, dan kini politisi pun ikut kerasukan hantu Saddam. Hantu Saddam bicaranya minta bukti, tapi sebenarnya itu hanya bahasa "hantu" yang hanya dimengerti orang yang kerasukan.
Rhenald Kasali
Founder Rumah Perubahan
Perangkap itu dalam ilmu perilaku dikenal sebagai motivated reasoning . Bukannya mencari kebenaran, kata Zira Kunda (1990), manusia-manusia angkuh justru “telah” mempercayai; bahkan menggunakan argumentasi-argumentasi yang ngawur untuk membenarkan kesalahan-kesalahannya. Perhatikanlah ‘gong’ yang berbunyi di antara para politisi begitu mendengar Dahlan Iskan melaporkan nama-nama politisi pemeras BUMN yang berasal dari institusi parlemen.
Bahkan ketua DPR pun turut berperang membela kolega-koleganya yang seakan-akan bersih, jauh dari conflict of interest. Padahal sudah menjadi rahasia umum mayoritas politisi parlemen berbisnis, mencari peluang atau menghubungkan rekan-rekannya (mendahulukan jaringannya) dalam bisnis yang tersedia di sekitar komisi yang mereka bidangi. Di antara ketua-ketua Partai, kita hanya mendengar suara Prabowo Subianto yang berbicara tegas: “Yang memeras BUMN akan kita tindak.” Sedangkan yang lain semua berbicara sama: Dahlan hanya melakukan pencitraan.
Hantu Saddam
Perangkap hantu Saddam pernah dialami oleh masyarakat Amerika Serikat di era George Bush Jr. Perangkap itu dicatat oleh Gostick dan Elton (2012) dari refleksi penyerbuan tentara Amerika Serikat ke Irak untuk menangkap Sadam Hussein pada tahun 2003. Setahun setengah setelah invasi itu, mayoritas bangsa Amerika masih saja percaya bahwa Saddam lah aktor intelektual di belakang serangan gedung WTC. Padahal mereka sama sekali salah. Namun mereka “menolak untuk mengakui kesalahan” itu. Mereka menolak mengakui bahwa Amerika telah melakukan kesalahan melakukan invasi ke Irak untuk menangkap Saddam. Berbagai survey yang dilakukan lembaga independen di Amerika menyebutkan, sekitar 70 - 85% warga Amerika percaya bahwa Saddam Hussein terlibat langsung maupun tidak langsung terhadap penyerangan gedung kembar.
Mereka menolak menerima fakta-fakta yang sebaliknya. Bahkan setelah presiden George Bush yang memimpin serangan itu menyatakan ia telah melakukan kesalahan. Bush membantah Saddam terkait dalam serangan itu, tetapi warganya menolak kebenaran itu. Komisi independen yang dibentuk pemerintah, yaitu 9/11 Commission juga menyangkal adanya keterkaitan antara Saddam Hussein dengan serangan terhadap gedung kembar. Tetapi masyarakat tetap saja mempercayai hal sebaliknya.
Sama seperti para petinggi partai politik dan anggota DPR di sini. “Rather than search rationality for information that either confirms or disconfirms a particular belief, people actually seek out information that endorses what they already belief.”
Begitulah hantu Saddam bekerja. Saya kira sebagai ilmuwan adalah kewajiban saya untuk menyadarkan politisi-politisi yang sedang kerasukan hantu Saddam. Mungkin juga terhadap ketua DPR yang kemarin menyatakan “Justru direksi BUMN yang harus dievaluasi karena menawarkan upeti”.
Fokuslah Pada Tujuan
Orang-orang yang kerasukan hantu Saddam harus bisa diajak kembali berfokus pada objective. Tujuan penyerahan nama-nama anggota parlemen yang dianggap memeras tentu saja adalah untuk menciptakan tata nilai pemerintahan dan sistem politik yang bersih dan berwibawa.
Sepanjang suap-menyuap menjadi tradisi dalam perselingkuhan legislatif-eksekutif dan yudikatif, maka tak pernah didapat kewibawaan dalam kepemimpinan nasional, tak ada kewibawaan politik, tak ada kesejahteraan sosial dan keadilan. Lagi pula bukankah anggota-anggota DPR sendiri yang menantang Dahlan agar menyerahkan nama-nama itu. Sungguh naïf bila anggota dewan terus membantah. Dalam literature psychology of winning, ditemukan hanya pecundang (loser) lah yang berbicara dengan nada keras terhadap isi yang tak bermutu.
Demikian pulalah dengan masyarakat Amerika Serikat yang terus menerus percaya bahwa Saddam ada dibelakang tragedi 9/11. Bukannya kembali ke tujuan semula, yaitu menemukan sistem pertahanan yang damai, mereka justru mengambil langkah-langkah destruktif yang bermuara pada krisis ekonomi global. Dan itulah yang sekarang harus dibenahi presiden Obama.
Hal serupa juga perlu disadari oleh pimpinan-pimpinan partai politik, bahwa pembiaran terhadap praktek-praktek korupsi yang dilakukan anggota-anggotanya di parlemen merusak masa depan partai itu sendiri dan bangsa ini. Menurut World Economic Forum (2012) penyumbang terbesar menurunnya daya saing bisnis Indonesia (Doing Business Index) adalah birokrasi yang tidak efisien (15.4%) dan korupsi (14.2%).
Steve Hoffan dalam Sociological Inquiry (2009) menulis “kebodohan manusia terjadi bukan karena ketiadaan bukti-bukti (atau informasi yang benar), melainkan karena tendensi kita yang selalu mencari informasi-informasi yang hanya bisa membenarkan tindakan kita." Dan selama itu dibiarkan, jadilah Indonesia negeri kesurupan. Anak-anak sekolah kerasukan setan menjelang ebtanas, dan kini politisi pun ikut kerasukan hantu Saddam. Hantu Saddam bicaranya minta bukti, tapi sebenarnya itu hanya bahasa "hantu" yang hanya dimengerti orang yang kerasukan.
Rhenald Kasali
Founder Rumah Perubahan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar